Minggu, 19 Desember 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1992
TENTANG
KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;
c. bahwa dengan memperhatikan peranan kesehatan di atas, diperlukan upaya yang lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu;
d. bahwa dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud butir b dan butir c, beberapa undang- undang di bidang kesehatan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan;
e. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Kesehatan.

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
5. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
6. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat aktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
14. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, Kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 5
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya.



BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 7
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

BAB V
UPAYA KESEHATAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 10
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Pasal 11
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan:
kesehatan keluarga;
perbaikan gizi;
pengamanan makanan dan minuman;
kesehatan lingkungan;
kesehatan kerja;
kesehatan jiwa;
pemberantasan penyakit;
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
penyuluhan kesehatan masyarakat;
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
pengamanan zat adiktif;
kesehatan sekolah;
kesehatan olahraga;
pengobatan tradisional
kesehatan matra.
Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.



Bagian Kedua
Kesehatan Keluarga

Pasal 12
Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.
Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.
Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran data rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, pascapersalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan.
Pasal 15
Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
pada sarana kesehatan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 16
(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
(2) Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c. pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah.
Pasal 18
Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam keluarganya.
Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19
(1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.
(2) Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.

Bagian Ketiga
Perbaikan Gizi

Pasal 20
Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi.
Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan, penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah.

Bagian Keempat
Pengamanan Makanan dan Minuman

Pasal 21
(1) Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
(2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi:
a. bahan yang dipakai;
b. komposisi setiap bahan;
c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa;
d. ketentuan lainnya.
(3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayal (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima
Kesehatan Lingkungan

Pasal 22
(1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat.
(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya.
(3) Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.
(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Kesehatan Kerja

Pasal 23
(1) Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
(2) Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
(3) Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
(4) Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketujuh
Kesehatan Jiwa

Pasal 24
(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional.
(2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
Pasal 25
(1) Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan, dan penyaluran bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani pengobatan dan atau perawatan ke dalam masyarakat.
(2) Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas penderita ke dalam masyarakat.
Pasal 26
(1) Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.
(2) Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan atas permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas prakarsa pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di wilayah setempat atau hakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan bahwa yang bersangkutan adalah penderita gangguan jiwa.
Pasal 27
Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pemberantasan Penyakit

Pasal 28
(1) Pemberantasan penyakit diselenggarakan untuk menurunkan angka kesakitan dan atau angka kematian.
(2) Pemberantasan penyakit dilaksanakan terhadap penyakit menular dan penyakit tidak menular.
(3) Pemberantasan penyakit menular atau penyakit yang dapat menimbulkan angka kesakitan dan atau angka kematian yang tinggi dilaksanakan sedini mungkin.
Pasal 29
Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah dan mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakat dan dengan cara lain.
Pasal 30
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain yang diperlukan.
Pasal 31
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

Bagian Kesembilan
Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan

Pasal 32
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.
(2) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.
(3) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(5) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 33
(1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfuse darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
(2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
Pasal 34
(1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 36
(1) Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan implan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesepuluh
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Pasal 38
(1) Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, Kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.





Bagian Kesebelas
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pasal 39
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.
Pasal 40
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
Pasal 41
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar.
Pasal 43
Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Bagian Kedua Belas
Pengamanan Zat Adiktif

Pasal 44
(1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
(2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
(3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Belas
Kesehatan Sekolah

Pasal 45
(1) Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
(2) Kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui sekolah atau melalui lembaga pendidikan lain.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.




Bagian Keempat Belas
Kesehatan Olahraga

Pasal 46
(1) Kesehatan olahraga diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan melalui kegiatan olahraga.
(2) Kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan melalui sarana olahraga atau sarana lain.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Belas
Pengobatan Tradisional

Pasal 47
(1) Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan.
(2) Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu dibina dan diawasi untuk diarahkan agar dapat menjadi pengobatan dan atau perawatan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
(3) Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Keenam Belas
Kesehatan Matra

Pasal 48
(1) Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah.
(2) Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air, serta kesehatan kedirgantaraan.
(3) Ketentuan mengenai kesehatan Matra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
SUMBER DAYA KESEHATAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 49
Sumber daya kesehatan merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi:
a. tenaga kesehatan;
b. sarana kesehatan;
c. perbekalan kesehatan;
d. pembiayaan kesehatan;
e. pengelolaan kesehatan;
f. penelitian dan pengembangan kesehatan,

Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan

Pasal 50
(1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2) Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan di- selenggarakan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 53
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
(3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 55
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Sarana Kesehatan

Pasal 56
(1) Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
(2) Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Pasal 57
(1) Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
(2) Sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial.
(3) Sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Pasal 58
(1) Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum.
(2) Sarana kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 59
(1) Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin.
(2) Izin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan memperhatikan pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Perbekalan Kesehatan

Pasal 60
Perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan lainnya.
Pasal 61
(1) Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perbekalan lainnya yang terjangkau oleh masyarakat.
(2) Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan.
(3) Pemerintah membantu penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan.
Pasal 62
(1) Pengadaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dibina dan diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.
(2) Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau syarat lain yang ditetapkan.
(3) Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 63
(1) Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Pembiayaan Kesehatan

Pasal 65
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai oleh pemerintah dan atau masyarakat.
(2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan.

Pasal 66
(1) Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara, yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan.
(2) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.
(3) Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Pengelolaan Kesehatan

Pasal 67
(1) Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan agar upaya kesehatan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasilguna.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian program serta sumber daya yang dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan.
Pasal 68
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan oleh perangkat kesehatan dan badan pemerintah lainnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.



Bagian Ketujuh
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Pasal 69
(1) Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan untuk memilih dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang diperlukan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.
(2) Penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian pada manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 70
(1) Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga kesehatan.
(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 71
(1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan agar dapat lebih berdaya guna dan berhasilguna.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serta masyarakat di bidang kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 72
(1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan kesehatan dapat dilakukan melalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama
Pembinaan

Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pasal 74
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan untuk:
1. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;
2. terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat;
3. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;
4. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan;
5. meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.
Pasal 75
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 76
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 78
Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
PENYIDIKAN

Pasal 79
(1) Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
d. melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
(3) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.


BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 80
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(4) Barang siapa dengan sengaja:
a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1);
c. dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 81
(1) Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1);
b. melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1);
c. melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja:
a. mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2);
b. memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
c. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
d. menyelenggarakan penelitian dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia tanpa memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan serta norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3); dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
Pasal 82
(1) Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:
a. melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4);
b. melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1);
c. melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1);
d. melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1);
e. melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja:
a. melakukan upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
c. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa kosmetika yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);
d. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan penandaan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2);
e. memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 83
Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian.
Pasal 84
Barang siapa:
1. mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2);
2. menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan lingkungan yang sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4);
3. menyelenggarakan tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3);
4. menghalangi penderita gangguan jiwa yang akan diobati dan atau dirawat pada sarana pelayanan kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
5. menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1); dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Pasal 85
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82 adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 adalah pelanggaran.

Pasal 86
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang ini dapat ditetapkan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 87
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 18);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1953 tentang Penunjukan Rumah Sakit-Rumah Sakit Partikulir Yang Merawat Orang-orang Miskin dan Orang-orang Yang Kurang Mampu (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 48);
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-usaha Bagi Umum (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2475);
5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);
6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580);
7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1964 tentang Wajib Kerja Tenaga Paramedis (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2698);
8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2804);
9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2805);
pada saat diundangkannya Undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 88
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat yang belum berbentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), tetap dapat melaksanakan fungsinya sampai dengan disesuaikan bentuk badan hukumnya.
(2) Penyesuaian bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 89
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 18);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1953 tentang Penunjukan Rumah Sakit-Rumah Sakit Partikulir Yang Merawat Orang-orang Miskin dan Orang-orang Yang Kurang Mampu (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 48);
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-usaha Bagi Umum (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2475);
5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);
6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580);
7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1964 tentang Wajib Kerja Tenaga Paramedis (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2698);
8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara, Nomor 2804);
9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2805);
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 90
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 September 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 September 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 100

MASALAH GIZI DI INDONESIA DAN MASALAH GIZI PADA ANAK

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gizi
Gizi merupakan unsur yang sangat penting di dalam tubuh. Dengan gizi yang baik, tubuh akan segar dan kita akan dapat melakukan aktivitas dengan baik. Gizi harus dipenuhi justru sejak masih anak-anak, karena gizi selain penting untuk pertumbuhan badan, juga penting untuk perkembangan otak. Untuk itu, orang tua harus mengerti dengan baik kenutuhan gizi si anak tidak mengalami kurang gizi. Selain itu, orang tua juga harus mengetahui apa dan bagaimana kurang gizi itu.

2.2 Masalah Gizi Utama di Indonesia
Indonesia saat ini menghadapi setidak-tidaknya 5 masalah gizi yang dipicu berbagai factor dalam kehidupan masyarakat. Ke lima masalah gzi tersebut adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang vitamin A (KVA), Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB), gizi berlebih (OBESITAS).
Penyebab masalah gizi di Indonesia secara langsung di pengaruhi oleh tidak cukupnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi. Adapun penyebab secara tidak langsung, antara lain jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai, rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga, kemiskinan, pengangguran, serta dampak social Budaya dan politik,
Terdapat beberapa fakta yang terkait dengan masalah gizi di Indonesia yang memerlukan penanganan segera dimulai dari tingkat individu, keluarga, dan secara nasional, karena masalah gizi di tiap wilayah berbeda baik jenis masalah, besaran maupun factor penyebabnya.
“pola asuh juga merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi status gizi”. Data makro kesehatan menunjukan bahwa Selama 10 tahun terakhir tercatat tingkat asupan energy rata-rata perkapita di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti, dan terjadi perubahan gaya hidup berupa pergeseran pola makan yang tinggi lemak dan rendahnya indeks aktivitas.

2.2.1 Kekurangan Energi Protein (KEP)
 Adalah penyakit gizi akibat defisiensi energy dalam jangka waktu yang cukup lama.
 Pada derajat ringan pertumbuhan kurang, tetapi kelainan biokimiawi dan gejala klinis (marginal malnutrition)
 Derajat berat adalah tipe kwashiorkor dan tipe marasmus atau tipe marasmik-kwashiokor
 Terdapat gangguan pertumbuhan, muncul gejala klinis dan kelainan biokimiawi yang khas.
Penyebab KEP
• Masukan makanan atau kuantitas dan kualitas rendah
• Gangguan system pencernaan atau penyerepan makanan
• Pengetahuan yang kurang tentang gizi
• Konsep klasik diet cukup energy tetapi kurang protein menyebab kwashiorkor
• Diet kurang energy walaupun zat gizi esensial seimbang menyebabkan maraasmus
• Kwashiorkor terjadi pada hygiene yang buruk, yang terjadi pada penduduk desa yang mempunyai kebiasaan memberikan makanan tambahan tepung dan tidak cukup mendapatkan ASI
• Terjadi karena kemiskinan sehingga timbul malnutrisi dan infeksi
Gejala klinis KEP ringan
 Pertumbuhan mengurang atau berhenti
 BB berkurang, terhenti bahkan turun
 Ukuran lingkar lengan menurun
 Maturasi tulang terlambat
 Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun
 Tebal lipat kulit normal atau menurun
 Aktivitas dan perhatian kurang
 Kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan
Ada 2 bentuk KEP yaitu marasmus dan kwashiorkor. Baik marasmus maupun kwashiorkor keduanya disebabkan oleh kekurangan protein. akan tetapi pada marasmus di samping kekurangan protein terjadi juga kekurangan energy. Sedangkan pada kwashiorkor yang kurang hanya protein, sementara kalori cukup. Maraasmus terjadi pada anak usia yang sangat muda yaitu pada bulan pertama setelah lahir, sedangkan kwashiorkor umunya ditemukan pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”.
Penyebab Marasmus
• Ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori didalam makanan
• Kebiasaan makanan yang tidak layak
• Penyakit-penyakit infeksi saluran pencernaan

Tanda dan gejala
 Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
 Mata besar dan dalam, sinar mata sayu
 Mental cengeng
 Faces lunak atau diare
 Rambut hitam, tidak mudah dicabut
 Jaringan lemak sedikit atau bahkan tidak ada, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit menghilang
 Kulit keriput, dingin, kering dan mengendur
 Torax atau sela iga cekung
 Atrofi otot, tulang terlihat jelas
 Tekanan darah lebih rendah dari usia sebayanya
 Frekuensi nafas berkurang
 Kadar Hb berkurang
 Disertai tanda-tanda kekurangan vitamin
Kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi.Meski penyebab utama kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Penyebab Kwashiokor
• Kekurangan protein dalam makanan
• Gangguan penyerapan protein
• Kehilangan protein secara tidak normal
• Infeksi kronis
• Perdarahan lebat

Tanda dan Gejala
 Wajah seperti bulan “moon face”
 Pertumbuhan terganggu
 Sinar mata sayu
 Lemaas-lethargi
 Perubahan mental (sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis)
 Rambut merah, jarang, mudah dicabut
 Jaringan lemak masih ada
 Perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian menghitam, kulit tidak keriput)
 Iga normal-tertutup oedema
 Atrofi otot
 Anoreksia
 Diare
 Pembasaran hati
 Anemia
 Sering terjadi acites
 Oedema
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwashiorkor
Penatalaksanaan
Secara umum
• Ruangan cukup hangat dan bersih
• Posisi tubuh diubah-ubah (karena mudah terjadi dekubitus)
• Pencegahan infeksi nosokomial
• Penimbangan BB tiap hari
Secara khusus
Resusitasi dan terapi komplikasi
• Koreksi dehidrasi dan asidosis (pemberian cairan oralit atau infus)
• Mencegah atau mengobati defisiensi vitamin A
• Terapi Ab bila ada tanda infeksi atau sakit berat
Dietetik
• Prinsip TKTP dan suplemen vitamin mineral
• Bentuk makanan disesuaikan secara individual (cair, lunak, biasa, makanan dengan porsi sedikit-sedikit tapi sering)
• Pemantauan masukan makanan tiap hari (perubahan diet biasanya dilakukan setiap saat)

Persiapan pulang
• Gejala klinik tidak ada
• Nafsu makan baik
• Pembekalan terhadap orang tua tentang gizi, perilaku hidup dan lingkungan yang sehat
Komplikasi
• Infeksi saluran pencernaan
• Defisiensi vitamin
• Depresi mental
Program pemerintah –penanggulangan KEP
Diprioritaskan pada daerah-daerah miskin dengan sasaran utama
• Ibu hamil
• Bayi
• Balita
• Anak-anak sekolah dasar
Keterpaduan kegiatan
• Penyuluhan gizi
• Peningkatan pendapatan
• Peningkatan pelayanan kesehatan
• Keluarga berencana
• Peningkatan peran serta masyarakat
Kegiatan
Peningkatan upaya pemantauan tumbuh kembang anak melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.

Penanganan secara khusus KEP berat
• Rujukan pelayanan gizi di posyandu
• Peningkatan gerakan sadar pangan dan gizi
• ASI eksklusif
Pencegahan
Makin makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein – termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori, terutama pada anak-anak atau remaja yang tidak terlalu suka makan.
Hanya member ASI kepada bayi sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka terkena muntah dan mencret (muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang. Jika ibu tidak biasa atau tidak mau memberikan ASI, sangat penting bagi bayi untuk mendapatkan susu formula untuk bayi yang dibuat dengan air bersih yang aman – susu sapi normal tidaklah cukup sejak 6 bulan, sebaiknya tetap diberikan ASI tapi juga berikan 3-6 sendok makan variasi makanan termasuk yang mengandung protein.
Remaja dan anak-anak yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan makanan dan minuman yang cukup.
Kurang gizi juga dapat dicegah secara bertahap dengan mencegah cacingan, infeksi, muntaber melalui sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan, terutama mencegah cacingan.

Angka statistic di Indonesia
Tahun 2004 37% balita (bawah lima tahun/bayi) kekurangan berat badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat badan akut (a little beat confused about it) (sumber susenas 2004). Pemerintah mempunyai program makanan tambahan sehingga perempuan dan anak-anak yang terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi makanan tambahan dan saran ketika mereka dating ke puskesmas untuk memantau pertumbuhan.

2.2.2 Kekurangan Vitamin A (KVA)
Vitamin A diperlukan untuk penglihatan. Vitamin tersebut merupakan bagian penting dari penerima cahaya dalam mata. Selain itu vitamin A juga diperlukan untuk mempertahankan jaringan ari dalam keadaan sehat. Kulit, pinggiran dan penutup berbagai bagian tubuh, seperti kelopak mata, mata, hidung, mulut, paru-paru dan tempat pencernaan, kesemuanya dikenal sebagai jaringan ari.
Vitamin A juga mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan vitamin A pertumbuhan menjadi terhambat dan rangka tubuh berhenti tumbuh.
Tanda awal dari kekurangan vitamin A adalah tureunnya kemapuan melihat dalam cahaya samar. Penderita sama ssekali tidak dapat melihat apabila memasuki ruangan yang agak gelap secara tiba-tiba. Penyakit ini umumnya diderita oleh anak-anak.
Prevalensi kurang vitamin A
Prevalensi dari defisiensi klinis diperkirakan dari rabun senja, bintik bitot, dan xeropthalmia. Prevalensi klinis KVA di asia cukup rendah, berkisar antara 0,5% di srilanka sampai 4,6% di Bangladesh pada anak-anak (allen and Gillespie, 2001). Prevalensi lebih dari 1% dianggap menjadi masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia prevalensi kekurangan vitamin A pada tahun 1970 adalah berkisar antara 2-7%. Turun menjadi 0,33 % pada tahun 1992, dan dinyatakan bebas masalah xeropthalmia, namun tetap perlu waspada karena 50% balita masih menunjukkan kadar vitamin dalam serum <20 mcg/dl. (direktorat gizi masyarakat, 2003) Penyebab KVA • Intake makanan yang mengandung vitamin a kurang atau rendah • Rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI • MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhsn vitamin A • Gangguan absorbs vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pancreas, diare kronik, KEP dll) • Gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid • Kerusakan hati (kwashiorkor, hepatitis kronik) Sifat  Mudah teroksidasi  Mudah rusak oleh sinar ultraviolet  Larut dalam lemak Tanda dan Gejala  Rabun senja-kelainan mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea  Kadar vitamin A dalam plasma < 20 ug/dl Pencegahan Makan makanan yang mengandung vitamin A – misalnya daun-daun hijau, tomat, wortel, mangga, ikan, telur, jeruk, papaya, labu, kentang dan red oil. Angka static di Indonesia . promosi kesehatan pemerintah menyatakan bahwa kapsul vitamin A harus diterima oleh seorang perempuan paada 40 hari setelah melahirkan dan setiap 6 bulan untuk setaip anak antara 6 bulan sampai 5 tahun, dan program ini berhasil dan tahun 1999 WHO melaporkan bahwa 64% balita telah menerima kapsul vitamin A dan tahun 1995 hanya 0,3% anak yang menderita kekurangan vitamin A. 2.2.3 GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)  Adalah sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama.  Merupakan masalah dunia  Terjadi pada kaawasan pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium  Defisiensi yang berlangsung lama akan menggangu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Prevalensi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium WHO, UNICEF dan International Coordinating Committee on Iodine Defeciency Disorders (ICCIDD) mengklasifikasikan dari 191 negara, 68,1% dengan masalah GAKI, 10,5% sudah dapat mengatasi masalah GAKI dan sisanya tidak diketahui masalah besarnya masalah GAKI (Allen and Gillespie,2001). Prevalensi secara nasional pada tahun 1980 sekitar 30% menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Namun prevalensi pada propinsi-propinsi tertentu masih cukup tinggi, misalnya di NTT 38,1%, Maluku 33,3%, SulTeng 24,9%, dan Sumbar 20,5%. Propinsi NTT dan Maluku dikategorikan mempunyai masalah GAKI yang berat, SulTeng dan SumBar dikategorikan mempunyai masalh GAKI sedang, sedangkan propinsi-propinsi yang lain mempunyai masalah GAKI rinngan atau tidak mempunyai masalah GAKI (Direktorat Gizi Masyarakat,2003) Dampak • Pembesaran kelenjar gondok • Hipotiroid • Kretinisme • Kegagalan • Kematian Defisiensi pada Janin • Dampak dari kekurangan yodium pada ibu • Meningkatkan insiden lahir mati, aborsi, cacat lahir • Terjadi kretinisme endemis • Jenis syaraf (kemunduran metal, bisu-tuli, diplegia spatik) • Miksedema (memperlihatkan gejala hipotiroid dan dwarfisme) Defisiensi pada BBL • Penting untuk perkembangan otak yang normal • Terjadi penurunan kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium. Defisiensi pada anak  Puncak kejadia pada masa remaja  Prevalensi wanita lebih tinggi dari laki-laki  Terjadi gangguan kinerja belajar dan nilai kecerdasan Klasifikasi tingkat pembesaran kelenjar menurut WHO (1990)  Tingkat 0: tidak ada pembesaran kelenjar  Tingkat IA : kelenjar gondok membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi, pembesaran tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal  Tingkat IB : hsnys terlihat pada posisi tengadah maksimal  Tingkat II : terlihat pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter  Tingakt III : terlihat nyata dari jarak jauh. Sasaran  Ibu hamil  WUS Dosis dan kelompok sasaran pemberian kapsul yodium • Bayi < 1 tahun : 100 mg • Balita 1-5 tahun : 200 mg • Wanita 6-35 tahun : 400 mg • Ibu hamil (bumil) : 200 mg • Ibu meneteki (buteki) : 200 mg • Pria 6-20 tahun : 400 mg GAKY tidak berhubungan dengan tingkat sosek melainkam dengan geografis Spektrum gangguan akibat kekurangan yodium  Fetus : abortus, lahir mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa (bisu tuli, defisiensi mental, mata juling), cacti bawaan, kretinisme miksedema, kerusakan psikomotor  Neonates : gangguan psikomotor, hipotiroid neonatal, gondok neonates  Anak dan remaja : gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah), gangguan perkembangan  Dewasa : gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental, hipertiroid diimbas oleh yodium Sumber makanan beryodium yaitu makanan dari laut seperti ikan, rumput laut dan sea food, sedangkan penghambat penyerapan yodium (goitrogenik) seperti kol, sawi, ubi kayu, ubi jalar, rebung, buncis, makanan yang panas, pedas dan rempah-rempah. .Pencegahan / penanggulangan  Fortifikasi : garam  Suplementasi : tablet, njeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium Pencegahan Makan makanana yang kaya akan kandungan yodium alami seperti ikan, makanan laut dan ganggang laut dan tanaman yang tumbuh didaerah dengan tanah yang mengandung yodium, garam beryodium dan suplemen yang mengandung yodium. Angka statistic di Indonesia Kekurangan yodium merupakan masalah di wilayah pedalaman di bagian wilayah yang miskin di inonesia, dimana makanan laut mahal atau tidak teersedia, dan tanah miskin kandungan iodium karena hujan melepaskannya. Garam beriodium tersedia tapi banyak orang lebih memilih garam tidak beriodium karena harganya lebih murah. WHO melaporkan bahwa masih ada 46% rumah tangga di Indonesia yang tidak menggunakan garam beeriodium dan 10% anak sekolah yang mengalami kekurangan iodium. Pemerintah Indonesia merekomendasikan agar semua wanita usia subur (WUS) di daerah yang kekurangan iodium harus menerima suplemen iodium setiap 6 bulan dari puskesmas 2.2.4 Anemia Gizi Besi (AGB) ANEMIA Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dari eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi salah satu atau beberapa unsure makanan yang ensensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut. Macam-macam anemia Anemia defisiensi besi adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin. Anemia megaloblastik adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisadiakibatkan defisiensi vitamin B12. Anemia aplastik adalah anemia yang berat, leucopenia dan trombositopenia, hipoplastik atau aplastik. ANEMIA DEFISIENSI BESI • Prevalensi tertinggi terjadi di daerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi • Hasil studi menunjukan bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya disfungsi otak permanen • Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku. Ciri  Akan memperlihatkan respon yang baik dengan pemberian preparat besi  Kadar Hb meningkat 29% setiap minggu Prevalensi Anemia gizi besi Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan sekitar 40% dari penduduk di dunia (lebih dari 2 milyar jiwa0 terkena anemia. Kelompok yang paling tinggi prevalensinya adalah wanita hamil dan orang tua yaitu sekitar 50%, bayi dan anak umur 2 tahun 48%, anak sekolah 40%, wanita tidak hamil 35%, adolescent 30%– 55% dan anak prasekolah 25%. Prevalensi anemia di Negara berkembang sekitar empat kali lebih besar di bandingkan dengan Negara-negara maju. Diperkirakan prevalensi anemia untuk anak sekolah di Negara berkembangdan maju adalah 53% dan 9% anak prasekolah 42% dan 17% . prevalensi AGB di Indonesia pada satu tahun pertama kehidupan masih di atas 60% walaupun angkanya menurun sejalan dengan bertambahnyausia anak, namun prevalensinya masih tinggi yaitu 32,1% pada anak usia 48-59 bulan. Menurut WHoanemia dikatakan menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensi di suatu Negara yaitu < 15-40% adalah sedang dan >40% adalah tinggi (dikorat gizi masyarakat,2003)

Tanda dan Gejala
 Pucat (konjungtiva, telapak tangan, palpebra)
 Lemah
 Lesu
 Hb rendah
 Sering berdebar
 Papil lidah atrofi
 Takikardi
 Sakit kepala
 Jantung membesar




Dampak
 Produktivias rendah
 SDM untuk generasi berikutnya rendah


Penyebab
Sebab langsung
• Kurang asupan makanan yang mengandung zat besi
• Mengkonsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi
• Infeksi penyakit

Sebab tidak langsung
• Distribusi makanan yang tidak merata ke seluruh daerah

Sebab mendasar
• Pendidikan wanita rendah
• Ekonomi rendah
• Lokasi geografis (daerah endemis malaria)

Kelompok sasaran prioritas
• Ibu hamil dan menyusui
• Balita
• Anak usia sekolah
• Tenaga kerja wanita
• Wanita usia subur

Penanganan
 Pemberian komunikasi informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui
 Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita
 Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemberian suplemen tambahan kepada anak sekolah
 Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita
 Pemberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS)
Pencegahan
Makan makanan yang mengandung zat besi – makanan yang kaya (zat besi) misalnya daging, ikan, telur, sayuran hijau, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu dan tempe. Makanan-makanan ini juga sangat penting untuk ibu hamil dan anak sejak usia 6 bulan.
Strategi penting lainnya untuk memerangi kekurangan zat besi adalah dengan mencegah dan mengobati malaria – terutama paada saat hamil, pendidikan mengenai KB, menganjurkan untuk menjaga jarak dan mengurangi kehamilan dan pencegahan terhadap cacing di usus dan keteraturan pengobatan untuk cacingan.

Angka static di Indonesia
WHO melaporkan bahwa 6,4% perempuan hamil di Indonesia mengalami kekurangan zat besi pada tahun 2000. Makan yang kaya akan zat besi biasanya sulit didapat oleh keluarga yang miskin, dan malaria serta cacing juga merupakan masalah di banyak tempat di Indonesia. Di wilayah yang miskin adalah sesuatu yang biasa jika sebuah keluarga memiliki 10 orang anak walaupun program KB suddah dijalankan. Pemerintah merekomendasikan agar perempuan hamil dan balita harus mendapatkan suplemen yang mengandung zat besi harian dari puskesmas.

2.2.5 OBESITAS
• Adalah penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh.
• Merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh
• Gizi lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun tidak selalu identik engan obesitas.

BB >>> tidak selalu obesitas


Penyebab
 Perilaku makan yang berhubungan dengan factor keluarga dan lingkungan
 Aktivitas fisik yang rendah
 Gangguan psikologis (bias sebagai sebab atau akibat)
 Laju pertumbuhan yang sangt cepat
 Genetic atau factor keturunan
 Gangguan hormone

Gejala
 Terlihat sangat gemuk
 Lebih tinggi dari anak normal seumur
 Dagu ganda
 Buah dada seolah-olah berkembang
 Perut menggantung
 Penis terlihat kecil

Terdapat 2 golongan obesitas
 Regulatory obesity, yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
 Obesitas metabolic, yaitu kelinan metabolism lemak dan karbohidrat


Resiko / dampak obesitas
 Gangguan respon imunitas seluler
 Penurunan aktivitas bakterisida
 Kadar besi dan seng rendah




Penatalaksanaan
• Menurunkan BB sangat drastic dapat menghentikan pertumbuhannya, pada obesitas sedang, adakalanya penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang, sehingga latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama
• Pada obesitas berat selain fisik juga memerlukan terapi diet. Jumlah energy dikurangi, dan tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan, dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial.
• Kurangi asupan energy, akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah perilaku makan
• Mengatasi gangguan psikologis
• Meningkatkan aktivitas fisik
• Membatasi pemakaian obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan
• Bila terdapat komplikasi, yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah sakit
• Konsultasi (psikologi anak atau bagian endokrin).



















BAB III
ISI


3.1 Kebutuhan Gizi anak
Pada usia sekolah ini, anak banyak mengikuti aktivitas, fisik maupun mental, seperti bermain, belajar, berolah raga. Zat gizi akan membantu meningkatkan kesehatan tubuh anak, sehingga sistem pertahanan tubuhnyapun baik dan tidak mudah terserang penyakit. Umumnya orangtua kurang memper-hatikan kegiatan makan anaknya lagi. Mereka beranggapan bahwa anak seusia ini sudah tahu kapan ia harus makan. Di samping itu, anak mulai banyak melakukan kegiatan di luar rumah, sehingga agak sulit mengawasi jenis makanan apa saja yang mereka makan.
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat gizi dibanding anak balita. Diperlukan tambahan energi, protein, kalsium, fluor, zat besi, sebab pertumbuhan sedang pesat dan aktivitas kian bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, anak seusia ini membutuhkan 5 kali waktu makan, yaitu makan pagi (sarapan), makan siang, makan malam, dan 2 kali makan selingan. Perlu ditekankan pentingnya sarapan supaya dapat berpikir dengan baik dan menghindari hipoglikemi. Bila jajan harus diperhatikan kebersihan makanan supaya tidak tertular penyakit tifoid, disentri, dan lain-lain. Anak remaja putri sudah mulai haid, sehingga diperlukan tambahan zat besi.


3.2 Tanda kurang Gizi pada anak

Menurut Dr. Sri Kurniati M.S., Dokter Ahli Gizi Medik Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, kurang gizi pada anak terbagi menjadi tiga. Pertama, disebut sebagai Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, Sri menjelaskan bahwa belum ada tanda-tanda khusus yang dapat dilihat dengan jelas. Hanya saja, berat badan si anak hanya mencapai 80 persen dari berat badan normal. Sedangkan yang kedua, disebut sebagai Kurang Energi Protein Sedang. Pada tahap ini, berat badan si anak hanya mencapai 70 persen dari berat badan normal. Selain itu, ada tanda yang bisa dilihat dengan jelas adalah wajah menjadi pucat, dan warna rambut berubah agak kemerahan. Ketiga, disebut sebagai Kurang Energi Protein Berat. Pada bagian ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu kurang sekali, biasa disebut Marasmus. Tanda pada marasmus ini adalah berat badan si anak hanya mencapai 60 persen atau kurang dari berat badan normal. Selain marasmus, ada lagi yang disebut sebagai Kwashiorkor. Pada kwashiorkor, selain berat badan, ada beberapa tanda lainnya yang bisa secara langsung terlihat. Antara lain adalah kaki mengalami pembengkakan, rambut berwarna merah dan mudah dicabut, kemudian karena kekurangan vitamin A, mata menjadi rabun, kornea mengalami kekeringan, dan terkadang terjadi borok pada kornea, sehingga mata bisa pecah. Selain tanda-tanda atau gejala-gejala tersebut, ada juga tanda lainnya, seperti penyakit penyertanya. Penyakit-penyakit penyerta tersebut misalnya adalah anemia atau kurang darah, infeksi, diare yang sering terjadi, kulit mengerak dan pecah sehingga keluar cairan, serta pecah-pecah di sudut mulut.

3.3 Faktor penyebab

Kurang gizi pada anak, bisa terjadi di usia Balita (Bawah Lima Tahun). “Pedoman untuk mengetahui anak kurang gizi adalah dengan melihat berat dan tinggi badan yang kurang dari normal,” kata Sri. Sri menambahkan, jika tinggi badan si anak tidak terus bertambah atau kurang dari normal, itu menandakan bahwa kurang gizi pada anak tersebut sudah berlangsung lama. Sri menjelaskan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang gizi pada anak. Pertama, jarak antara usia kakak dan adik yang terlalu dekat ikut mempengruhi. Dengan demikian, perhatian si ibu untuk si kakak sudah tersita dengan keberadaan adiknya, sehingga kakak cenderung tidak terurus dan tidak diperhatikan makanannya. Oleh karena itu akhirnya si kakak menjadi kurang gizi. “Balita itu konsumen pasif, belum bisa mengurus dirinya sendiri, terutama ntuk makan,” tutur Sri. Kedua, anak yang mulai bisa berjalan mudah terkena infeksi atau juga tertular oleh penyakit-penyakit lain. Selain itu, yang ketiga adalah karena lingkungan yang kurang bersih, sehingga anak mudah sakit-sakitan. Karena sakit-sakitan tersebut, anak menjadi kurang gizi. Keempat, kurangnya pengetahuan orang tua terutama ibu mengenai gizi. “Kurang gizi yang murni adalah karena makanan,” kata Sri. Menurut Sri, si Ibu harus dapat memberikan makanan yang kandungan gizinya cukup. “Tidak harus mahal, bisa juga diberikan makanan yang murah, asal kualitasnya baik,” lanjut Sri. Oleh karena itulah si Ibu harus pintar-pintar memilihkan makanan untuk anak. Kelima, kondisi sosial ekonomi keluarga yang sulit. Faktor ini cukup banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang makan, maka otomatis mereka akan kekurangan gizi. Keenam, selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga karena adanya penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat. Misalnya penyakit jantung dan paru-paru bawaan.


3.4 Upaya yang harus dilakukan

Bila kekuangan gizi, anak akan mudah sekali terkena berbagai macam penyakit, anak yang kurang gizi tersebut, akan sembuh dalam waktu yang lama. Dengan demikian kondisi ini juga akan mempengaruhi perkembangan intelegensi anak. Untuk itu, bagi anak yang mengalami kurang gizi, harus dilakukan upaya untuk memperbaiki gizinya. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut antara lain adalah meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai gizi, melakukan pengobatan kepada si anak dengan memberikan makanan yang dapat menjadikan status gizi si anak menjadi lebih baik. Dengan demikian, harus dilakukan pemilihan makanan yang baik untuk si anak. Menurut Sri, makanan yang baik adalah makanan yang kuantitas dan kualitasnya baik. Makanan dengan kuantitas yang baik adalah makanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan si anak. Misalnya, memberi makanan si anak berapa piring sehari adalah sesuai kebutuhannya. Dan akan lebih baik jika memberikan vitamin dan protein melalui susu. Bagi keluarga yang tidak mampu, bisa menyiasatinya, misalnya mengganti susu dengan telur. Kemudian, makanan yang kualitasnya baik adalah makanan yang mengandung semua zat gizi, antara lain protein, karbohidrat, zat besi, dan mineral. Upaya yang terakhi adalah dengan mengobati penyakit-penyakit.

3.5 Komponen Makanan Sehat

Kelompok makanan
Protein diperlukan untuk pertumbuhan, perbaikan, dan penggantian jaringan tubuh. Produk hewan seperti daging, ikan, telur, keju dan produk susu lainnya; amat banyak mengandung protein. Dari bahan nabati, antara lain kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai, dan sebagainya).

Hidrat-arang untuk menambah energi, namun bila kelebihan akan disimpan dalam tubuh sebagai lemak. Yang banyak mengandung Hidrat arang adalah gula, beras, jagung, dan umbi-umbian.

Lemak juga merupakan sumber energi dan menghasilkan kalori lebih banyak dari makanan lainnya. Makanan yang banyak berlemak adalah yang berasal dari kacang-kacangan.

Serat adalah bahan yang tak dapat dicerna oleh sistem pencernaan. Tidak mengandung gizi atapun energi, hanya berguna untuk kelancaran kegiatan pencernaan.

Vitamin adalah bahan kimia kompleks yang diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit. Anak makannya normal tak punya kecenderungan kekurangan vitamin.

Mineral dan garam-garam diperlukan dalam jumlah sedang. Termasuk didalamnya zat besi, potasium, kalsium, dan sodium (terdapat dalam garam meja). Seorang anak akan terhindar dari kekurangan zat-zat ini bila makanannya seimbang.

Kalori adalah satuan untuk mengukur besarnya nilai energi dalam makanan. Bila seorang memakan lebih banyak kalori dari yang dipakainya, sisanya akan disimpan sebagai lemak. Sebaliknya, bila lebih banyak energi dari yang dimakan, simpanan lemak itu akan dipakai dan tubuh akan tampak menjadi kurus. Makanan yang banyak mengandung lemak atau kalori umumnya bernilai kalori tinggi.


3.6 Saran diet

Umumnya makanan berprotein dari sumber hewani banyak mengandung lemak, jadi sebaiknya pilihlah yang berasal dari sumber nabati.
Dalam memilih makanan hidrat arang, sebaiknya pilihlah beras merah atau jagung yang mengandung serat serta zat lainnya, dibanding gula atau makanan jadi lain yang hanya mengandung energi.Usahakan sesedikit mungkin memakan makanan berlemak.Untuk mendapatkan serat, pilihlah makanan dari padi-padian, buah, dan sayuran. Vitamin bisa hilang bila makanan dimasak terlalu lama. Jadi sebaiknya makanlah sayuran sebagai lalapan dan buah mentah.
Terlalu banyak garam malah merugikan, jadi sebaiknya jangan terlalu banyak memakan garam-garaman. Makanan anak harus cukup mengandung kalori, namun jangan terlalu banyak. Untunglah bahwa mekanisme pengaturan nafsu makan anak-anak biasanya sudah menjamin cukupnya kalori dari makanannya.

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
ASKEP KELUARGA
KELUARGA
adalah unit terkecil masyarakat, terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. (uu. No 10, 1992)
adalah kumpulan dua orang / lebih hidup bersama dg keterikatan aturan dan emosional, dan setiap individu punya peran masing-masing (friedman 1998)
adalah unit terkecil masyarakat, terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. (uu. No 10, 1992)
adalah kumpulan dua orang / lebih hidup bersama dg keterikatan aturan dan emosional, dan setiap individu punya peran masing-masing (friedman 1998)
Kesimpulan :
- unit terkecil dari masy
- dua orang / lebih
- ikatan perkawinan dan pertalian darah
- hidup dalam satu rumah tangga
- asuhan kepala rt
- berinteraksi
- punya peran masing2
- pertahankan suatu budaya

CIRI-CIRI KLG :
1. Diikat tali perkawinan
2. Ada hub darah
3. Ada ikatan batin
4. Tanggung jawab masing –masing
5. Ada penagmbil keputusan
6. Kerjasama
7. Interaksi
8. Tinggal dalam suatu rumah

STRUKTUR :
1. Struktur peran klg, formal dan informal
2. Nilai/norma klg, norma yg diyakini oleh klg. Berhub. Dg kesehatan
3. Pola komunikasi klg, bgm komunikasi ortu-anak, ayah ibu, & anggota lain
4. Struktur kek. Klg, kemamp. Mempengaruhi dan mengendalikan orlain. U/ kesehatan

CIRI –CIRI STRUKTUR KLG :
1. Terorganisasi , bergantung satu sama lain
2. Ada keterbatasan ,
3. Perbedaan dan kekhususan, peran dan fungsi masing-masing

STRUKTUR KELUARGA (IKATAN DARAH) :
1. Patrilineal, klg sedarah terdiri sanak saudara sedarah dlm beberapa generasi , dimana hub. Itu berasal dari jalur ayah
2. Matrilineal, klg sedarah terdiri sanak saudara sedarah dlm beberapa generasi , dimana hub. Itu berasal dari jalur ibu
3. Matrilokal, suami istri tinggal pada klg sedarah istri
4. Patrilokal, suami istri tinggal pada klg sedarah suami
5. Klg kawinan, hub. Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan klg dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri

PEMEGANG KEKUASAAN
Patriakal, dominan dipihak ayah
Matriakal, dominan di pihak ibu
Equalitarian , ayah dan ibu


PERANAN KELUARGA :
1. Peranan ayah, pencari nafkah, prndidik, pelindung, rasa aman, sbg kk, anggota masy
2. Peranan ibu, mengurus rt, pengasuh/pendidik anak, pencari nafkah tambahan, anggota masy
3. Peran anak, peran psikososial sesuai tk perkemb. Baik mental fisik sosial dan spiritual.

TYPE KELUARGA (SCR TRADISIONAL)
1. Keluarga inti (nuclear family) terdiri: ayah , ibu dan anaknya dari keturunannya atau adopsi
2. Keluarga besar (extended family) keluarga inti + anggota klg lain yg masih ada hub. Darah. (kakek, nenek , paman, bibi)

TYPE KELUARGA (SCR TRADISIONAL)
1. Keluarga inti (nuclear family) terdiri: ayah , ibu dan anaknya dari keturunannya atau adopsi
2. Keluarga besar (extended family) keluarga inti + anggota klg lain yg masih ada hub. Darah. (kakek, nenek , paman, bibi)

TUGAS PERKEMBANGAN SESUAI DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN (DUVAL)
(SOCIOLOGICAL PERSPECTIVE)
1. Keluarga baru menikah
- membina hub. Intim
- bina hub, dg klg lain: teman dan kelompok sosial
- mendiskusikan rencana punya anak
1. Klg. Dg anak baru lahir
- persiapan mjd ortu
- adaptasi klg baru , interaksi klg, hub. Seksual
1. Klg dg anak usia pra sekolah
- memenuhi kebut. Anggota klg : rumah, rasa aman
- membantu anak u/ bersosialisasi
- mempertahankan hub yg sehat klg intern dan luar
- pembag tanggung jawab
- kegiatan u/ sti,ulasi perkemb. Anak
4. Klg dg anak usia sekolah
- membantu sosialisasi anak dg lingk luar
- mempertahankan keintiman pasangan
- memenuhi kebut. Yg meningkat
5. Klg dg anak remaja
- memberikan kebebasan seimbang dan bertanggug jawab
- mempertahankan hub. Intim dg klg
- komunikasi terbuka : hindari, debat, permusuhan
- persiapan perub. Sistem peran
6. Klg mulai melepas anak sebagai dewasa
- perluas jar. Klg dari klg inti ke extended
- pertahnakan keintiman pasanagan
- mabantu anak u/ mandiri sbg klg baru
- penataan kembali peran ortu
7. Klg usia pertengahan
- pertahankan keseh. Individu dan pasangan usia pertengahan
- hub. Serasi dan memuaskan dg anak- anaknya dan sebaya
- meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga usia tua
- pertahankan suasana saling menyenangkan
-adapatasi perubahan : kehil.pasangan,kek. Fisik,penghasilan
- pertahankan keakraban pasangan
- melakukan life review masa lalu
8. Keluarga usia tua
- pertahankan suasana saling menyenangkan
-adapatasi perubahan : kehil.pasangan,kek. Fisik,penghasilan
- pertahankan keakraban pasangan
- melakukan life review masa lalu

KELOMPOK KLG. DI INDONESIA
Berdasar sosek dan kebut. Dasar
1. PRASEJATERA,
belum dpt memenuhi kebut dasar minimal :
pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan atau klg belum dapat memenuhi salah satu /lebih indikator ks tahap i
1. KELUARGA SEJAHTRA (KS I)
telah dapat memenuhi kebut. Dasar scr minimal, tetapi blm dapat sosial psikologis, pendidikan, kb, interaksi lingk.
indikator :
- ibadah sesuai agama
- makan 2 kali sehari
- pakain berbeda tiap keperluan
- lantai bukan tanah
- kesehatan : anak sakit, ber kb, pus dibawa kesarana keseh.
3. KS II
indikator
- belum dapat menabung
- ibadah (anggota klg) sesui agama
- makan 2 kali sehari
- pakaian berbeda
- lantai bukan tanah
- kesehatan (idem)
- daging/ telur minimal 1 kali seminggu
- Pakaian baru setahun sekali
- Luas lantai 8 m 2 per orang
- Sehat 3 bulan terakhir
- Anggota yg berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap
- Umur 10 – 60 th dapat baca tulis
- Umur 7-15 th bersekolah
- Anak hidup 2 /lebih . Klg masih pus saat ini berkontrasepsi

4. KS III
indikator :
- belum berkontribusi pd masyarakat
- ibadah sesuai agama
- pakain berbeda tiap keprluan
- lantai bukan tanah
- kesehatan idem
- anggota melaks. Ibadah…
- daging/telur seminggu sekali
- memperoleh pakaian baru dalam satu th terakhir
- luas lantai 8 m2 perorang
- anggota klg sehat dalm 3 bl terakhir
- klg berumur 15 th punya penghasilan tetap
- baca tulis latin 10 –60 th
- usia 7-15 bersekolah
- anak hidup 2/ lebih, pus saat ini ber kb
- upaya meningk agama
- klg punya tabungan
- makan bersama sehari sekali
- ikut keg. Masyarakat
- rekreasi 6 bl sekali
- informasi dari mass media
- menggunakan transportasi

5. KS TAHAP III PLUS
- dpt memenuhi seluruh kebutuhannya : dasar, sosial,pengembangan, kontribusi pd masy.
- indikator ks iii + (ditambah)
- memberikan sumb. Secara teratur pd masy
- aktif sbg pengurus yayasan / panti
Indicator gakin :
- Tak bisa makan 2 kali sehari atau lebih
- Tdk daging/ikan /telur / minggu sekali
- Tdk pakaian beda tiap aktifitas
- Tdk pakain baru, satu stel /tahun
- Lantai mayoritas tanah
- Lantai kurang dari 8 meter persegi untuk setiap penghuni
- Tdk ada anggota umur 15 tahun berpenghasilan tetap
- Anak sakit/pus ingin kb tak mampu ke yankes
- Anak 7-15 tahun tak berekolah

KESIMPULAN FUNGSI DIATAS :
1. Asih, kasih sayang , perhatian, rasa aman kegangatan pd anggota klg shg dapat tumbang sesuai usia
2. Asuh, perawatan agar selalu sehat fisik mental spiritual
3. Asah, kebut. Pendidikan anak, untuk masa depan
FUNGSI KLG :
1. Afektif, mengajarkan segala sesuatu u/ persiapan klg berhub. Dg orlain.
2. Sosialisasi mengembangkan + berkehidupan sosial sbl meninggalkan rumah
3. Reproduksi, mempertahankan generasi, kelangsungan hidup
4. Ekonomi, memenuhi kebut. Klg, meningkatk., penghasilan
5. Peraw. Kesehatan, merupakan tugas klg mempertahankan keadaan sehat
6. Pendidikan,
7. Religius
8. Rekreasi

TUGAS KELUARGA DIBID. KESEHATAN (SBG. ETEOLOGI MASALAH)
1. Mengenal masalah keseh. Klg
2. Memutuskan tind keseh. Yg tepat bagi klg
3. Merawat klg yg mengalami gangg keseh.
4. Memodifikasi ling. U/ menjamin keseh. Klg
5. Memanfaatkan fas. Yankes. Di sekitarnya

KELUARGA SBG SISTEM
klg merupakan sistem sosial yg terdiri kumpulan 2 /lebih yg punya peran sosial yg berbeda dengan ciri saling berhub. Dan tergantung antar individu
Alasan klg sbg sistem :
1. Klg punya subsistem : anggota, fungsi, peran aturan , budaya
2. Saling berhub dan ketergantungan
3. Unit terkecil dari masy. Sbg suprasistem
Komponen sistem keluarga
1. Input, anggota klg, struktur, fungsi, aturan, ling, budaya, agama
2. Proses, proses pelaksanaan fungsi klg
3. Out put, hasil berupa perilaku : sosial, agama, kesh,
4. Feedback, pengontrol perilaku keluarga

KARAKTERISTIK KLG SEBAGAI SISTEM
1. Sistem terbuka, sistem yg punya kesempatan dan mau menerima / memperhatikan lingk. Sekitar
2. Sistem tertutup, kurang punya kesempatan, kurang mau menerima /memberi perhatian pada lingk. Sekitar

STANDAR PRAKTIK KLG PPNI :
1. Standar praktik profesional
stndar i : pengkajian
standar ii : diagnosis
standar iii : perencanaan
standar iv : pelaks. Tind.
standar v : evaluasi
2. Standar kinerja profesional
Standar i : jaminan mutu
Standar ii : pendidikan
Standar iii : penilaian prestasi
Standar iv : kesejawatan
Standar v : etik
Standar vi : kolaborasi
Standar vii ; riset
Standar ix : pemnafaatan sumber



PENDAHULUAN
tujuan khusus adalah u/ mencapai kemampuan klg :
1. Mengenal mas kes klg
2. Memutuskan tindakan
3. Melakukan tindakan
4. Memelihara dan memodifikasi lingk.
5. Memanfaatkan sumber daya yg ada (puskesmas, posyandu)

Tujuan khusus askep keluarga :
1. Mengenal mas. Keseh. Klg
2. Memmutuskan tind. Yg tepat u/ ngatasi mas. Keseh klg
3. Melakukan tind. Peraw. Keseh. Pd anggota yg sakit sesuai kemampuan
4. Memodifikasi lingk. Klg
5. Memanfaatkan sumber daya di masy. : puskesmas, posyandu, …

ASKEP KELUARGA
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT DALAM ASKEP KLG :
1. Pemberi askep
2. Sbg. Pendidik
3. Advokat
4. Koordinator
5. Kolaborator
6. Pembaharu
7. Pengelola

PERSIAPAN :
1. Menetapkan klg sasaran
2. Buat jadwal kunjungan
3. Siapkan perlengkapan lap.
- family folder
- maslah klien dan klg
- phn kit
- alat bantu penyuluhan
PENGKAJIAN :
Tahap yg perlu dilakukan :
1. Bhsp
- perkenalkan
- jelaskan tujuan kunjungan
2. Pengk. Awal : terfokus
3. Pengkajian lanjut (thp ke 2)
pengkajian lengkap

PENGKAJIAN :
1. Berkaitan dg keluarga
- demografi,
- lingk
- struktur dan fungsi keluarga
- stress dan koping keluarga
- perkemb. Keluarga
2. Berkaitan dg indiv sbg anggota
- fisik
- mental
- sosial
- spiritual
- emosi

DIAGNOSIS :
Berdasar “ nanda “
1. Gg. Proses klg
2. Gg. Pemeliharaan kesehatan
3. Nutrisi kurang /lebih
4. Gg. Peran
5. Pola eliminasi
6. Sanitasi kurang
7. Duka berkepanjangan
8. Konflik pengamb. Keput
9. Koping klg inadekuat
10. Gg. Manaj. Pemeliharaan rumah
11. Hambatan interaksi
12. Kurang penget.
13. Resiko [perub peran
14. Resiko trauma
15. Resiko pk
16. Ketidak berdayaan
17. Isolasi sosial
18. Dll



SCORING :
Diag. Kep (baylon –maglaya)
Prioritas diranking
Contoh :
“ resiko jatuh lansia di klg bapak rr b/d. Ketidakmamp[uan menyediakan lingk. Aman”

DIAGNOSIS
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
EVALUASI (LIHAT DI FORMAT)

DAFTAR DIAGNOSIS KEP KLG NANDA:
A. Lingkungan
1. Kerusakan penatalaksanaan rumah (kebersihan)
2. Resiko cedera
3. Resiko infeksi
B. Struktur komunikasi
1. Kerusakan komunikasi
C. Struktur peran
1. Isolasi sosial
2. Perub. Dlm proses klg (ada yg sakit)
3. Berduka disfungsional
4. Potensial pening mjd ortu
5. Perub penamp. Peran
6. Gangg. Citra tubuh
D. Afektif
1. Resiko tindakan kekerasan
2. Perub proses keluarga
3. Koping klg tak efektif
E. Sosial
1. Perilaku mencari bant. Kes
2. Konflik peran ortu
3. Perub pertukem
4. Perub pemel. Kesh
5. Kurang penget
6. Isolasi sos
7. Ketidak patuhan
8. Gangg identitas pribadi
F. Fungsi perawat klg
1. Perilaku mencari pertol kesh
2. Ketidak efektifan penatalaks. Terapeutik klg
3. Resiko penyebaran infeksi
G. Strategi koping
1. Potensial peningk koping klg
2. Koping klg tak efektif
3. Resiko tindakan kekerasan